2/06/2016

Pendamping, Apa Mutlak Perlu?

Saya teringat sama ibu kos saya waktu kuliah di Bandung. Namanya Ibu Yanti. Dia sudah menjadi janda sejak umurnya 35 tahun, punya anak 3 (sekarang umurnya sudah 70). Selain bisnis kos2an, dia juga seorang ulama yang dekat sama anak2 muda

Pendamping, Apa Mutlak Perlu?

Tempat kos saya selalu penuh dengan anak2 muda yang datang untuk penyegaran rohani. Kadang mereka mampir untuk sekedar say hi, ikutan makan malem, ngobrol2 refreshing sama si Ibu.

Saya inget bener Ibu ini cool banget. Dia sangat menikmati hidupnya. Selain sibuk dengan kegiatan kotbah, dia juga enjoy bener ketawa ketiwi sama anak2 kos. Yang saya paking senang adalah kalau curhat soal keluarga saya atau pacar2 saya. Dia bener2 bisa kasih pandangan yang segar dan up to date dan masuk ke kepala saya yang lumayan kepala batu ini.

Selama 4 tahun kos di tempat itu, saya inget banget kalau si Ibu sering dijodohin sama orang2. Maklumlah, ibu ini cantiknya selangit. Teman2 kos saya saja suka bengong kalau dia yang bukain pintu. Kadang2 kita2 yang kos suka disuruh ketemu sama bapa2 yang biasanya duda, yang dijodohin sama dia.

Tapi dia tuh kelihatannya so full of her life, sangat enjoy dengan hidupnya yang sederhana dan dikelilingi orang2 yang mencintai dirinya. Sepertinya dia sudah merasa cukup bahagia dengan kehidupannya dia dan selalu menolak dengan halus bapa2 yang dijodohkan dengan dia. Padahal yang dijodohin sama beliau direktur2 lho.

Kadang saya mikir, apa cintanya sama mendiang suaminya segitu besarnya sehingga dia sudah tidak perlu lagi merasakan cinta kembali? Atau konsentrasinya bulat untuk membesarkan 3 orang anak2nya (yang sudah sukses sekarang)?

Yang saya tahu, dia tidak pernah merasa kesepian, selalu membagi kasih terhadap sesama secara tulus, dan selalu bersyukur kepada Tuhan. Dia tidak minta macam2, tetapi selalu senang dengan apa yang dia miliki. She is full of life and enjoying life to the fullest.

Saya mempunyai beberapa tante yang juga menyendiri setelah ditinggal suami mereka. Entah cerai, entah meninggal. Ada yang punya anak, ada yang tidak. Lalu, saya membaca beberapa comment dari pembaca blog ini, bahwa saya pasti membutuhkan pendamping dan tidak mungkin hidup sendiri.

Ah. Masa’ sih? Banyak sekali janda2 yang hidup sendiri dan bertahan sendiri, yang hidupnya bahagia. Mereka seolah menerima dan menjadi manusia seutuhnya dalam kesendiriannya. Pada dasarnya, kita tidak sendiri. Kita memiliki teman2, kerabat dan keluarga.

Sebenarnya dengan membagi kasih terhadap sesama, kita tidak akan pernah merasa kesepian. Selama kita memiliki hobi dan hidup sepenuhnya menikmati karunia yang ada, bukan menyesali apa yang tidak ada, hidup sendiri tidaklah menakutkan, apalagi menyedihkan.

Sedangkan ada istri2 yang merasa tetap kesepian walaupun punya suami. Artinya everything is on our mind, bukan?

Membaca comment2 orang yang yakin bahwa saya pasti akan membutuhkan seseorang pendamping, terus terang sampai detik ini belum ada yang saya anggap pantas untuk mendampingi dan share kehidupan saya yang super dinamis ini. Sama seperti Ibu Kos saya itu, terlalu banyak yang indah dalam hidup ini sehingga tidak ada waktu menyesali apa yang saya tidak miliki.

Bukan saya menutup diri. Mungkin memang ada beberapa orang yang ditakdirkan untuk hidup sendiri. Tiap2 orang ada jalan hidupnya dan tiap2 orang bisa bahagia dalam menjalankan kehidupannya. Dengan atau tanpa pendamping. Dan dunia ini terlalu banyak kurnia yang harus disyukuri ketimbang mencari2 sesuatu yang mungkin tidak digariskan untuk kita.

Akhirnya, Tuhan yang Maha Tahu apa yang terbaik untuk kita. Kita hanya menjalankan dengan sebaik2nya, menikmati pemberiannya, dan mensyukuri apa yang diberikan kepada kita.

*terimakasih saya dikaruniai 3 ekor anjing, orang2 yang peduli dengan saya, teman2 yang selalu membuat saya ketawa dan keluarga saya yang menjadi curahan kasih sayang saya.

Anda juga bisa menuliskan dan berbagi dengan seluruh sahabat pembaca "TJanda". Menulislah sekarang dan kirimkan melalui halaman Kontak.