1/25/2016

Paling Tidak, Pernah Sekali

Yah, namanya juga single. Ya, kadang2 ketemulah dengan orang yang kelihatannya cocok terus pacaran kan. Tapi setelah berapa lama kok berasa aneh ya sikap si Sang Pacar, terus mulai capek, lha pas mau diputusin kok ngga mau, lha malah gantian kita diteror, dibombardir email hari dan sms2 ga penting tiap jam.

Paling Tidak, Pernah Sekali

Terus jadi mikir, gemana sih dulu pernah bisa kesengsem sama yang beginian…hadooooh, capek bener…Pernah ndak mengalami yang seperti ini?

Saya baru kelar ngopi sama sahabat saya yang pacaran enam tahun. Saya salut nih sama si sahabat ini, soalnya dia nurut bener sama pacarnya. Saking percaya sama Sang Pacar yang notabene berkecimpung di dunia celebrities, dia beri password email dan password account Facebook-nya.

Sang Pacar sangat, sangat posesif dan mengontrol gerak gerik si sahabat ini sampai akhirnya sahabat saya gerah, terus minta putus. Sang Pacar menolak, tapi instead of bermanis-manis dan merubah perilakunya, malah membombardir sahabat dengan sms2 bernada mengancam. Temen2 si sahabat diteleponin semua, terus ngirim email pakai account sahabat saya ke teman2nya, bilang kalau sahabat saya selingkuh. Pusing deh sahabat saya dibuatnya.

Terakhir, Sang Pacar kepergok berselingkuh. Yang bikin kaget sahabat saya adalah, dia sudah berselingkuh selama 3 tahun terakhir! Tanpa ba bi bu officially over -lah hubungan itu. Tapi ngga lama kemudian dapet sms lagi dari si Pacar, yang malah marah2, minta ketemuan, bahkan kirim bungan mawar segepok tiap hari.

Duh, ngeri ngga sih…sampai sahabat saya bilang kalo dia bingung kok bisa ya 6 tahun tahan dengan sang psikopat ini.

Yah, namanya juga pacaran, paling tidak pernahlah sekali dalam petualangan mengenal orang ketemu dengan orang2 yang rada2 eksentrik, geser otaknya, atau…menunjukkan gejala2 psikopat. Yang bikin kita mikir, dih, kenapa gue buang waktu dengan orang ini ya, gemana awalnya bisa demen ya?

Namanya juga manusia, pastinya ya pernah berbuat kesalahan. Saya pernah pacaran 2.5 tahun dengan orang yang abusive, yang pernah maki2 saya di antrian bioskop hanya karena saya simpatisan PAN, bukan PDIP seperti dia. Abis itu kasarnya minta ampun. Kok ya bisa bertahan segitu lamanya ya.

Pernah juga pacaran sebentar sama anak orang super kaya, yang mana dia ngga kerja sama sekali, dan terang-terangan nanya, “Boleh ngga saya kencan sama si Anu?” ke saya. Lha. Ya boleh aja, asal saya boleh kencan sama si Ntu, jawab saya. Gemana sih, aneh bener. Tiga bulan yang terbuang percuma.

Ada yang setelah pacaran 3 bulan, putus karena dia bilang, “Kamu tidak boleh sedih karena kalau kamu sedih, saya susah”. Gemana sih, temen aja ngga ada yang bilang begitu.  Kalau maunya seneng2 aja, ya ngga usah ngajak going steady dan minta dianggap serius dong. Eh, begonya saya, lha kok ya saya masih nyambung lagi setelah 3 bulan vakum dengan orang aneh itu. Tahap kedua hanya bertahan sebulan saja.

Intinya, dalam perjalanan mencari cinta, paling tidak kita pernah membuat pilihan yang salah. Salah meletakkan hati kita yang ringkih dan menyerahkannya ke tangan yang destruktif. Dan kita tersadar, dan meminta hati kita kembali. Ya, ngga apa. Kalau kita tidak merasakan pahitnya hidup, bagaimana kita bisa appreciate hidup yang manis? Namanya juga manusia, pernah berbuat salah toch, termasuk dalam membuat pilihan.

Yang penting, jangan merasa diri kita bodoh. Namanya juga lagi cinta, kata teman2 saya, kita jadi bodoh bener kalau lagi cinta sama seseorang. Segala yang ngga logis bisa dilakukan atas nama cinta. Padahal, kita sudah mulai ngga logis, mulai mengekang diri demi dia, nurutin kemauannya semua walaupun tidak masuk akal…wajarlah.

“Gila ya, kok gue dulu bisa ya, percaya sama buaya itu”, “Sayang bener waktu gue ya, tahu gitu, gue juga flirting2 aja sama orang lain”, “Bisa ya, gue tahan segitu lama dilecehkan begitu, mustinya dari dulu gue udah lari…” kurang lebih seperti itu pernyataannya. Tapi ga ada gunanya menyesali yang sudah terjadi.

Yang penting, kita sudah sadar kalau kita melakukan kebodohan dan sekarang lihat apa yang ada di depan. Dan tutup lembaran itu, jangan dibuka lagi. Move on.

Saya suka heran sama jenis lelaki yang pacarnya sudah minta putus terus dia tidak ngasih. Kok ya orangnya udah ga demen lagi trus mau dipertahankan. Apanya yang mau dipertahankan sih kalau yang satu sudah tidak mau terus?

Yang lebih herannya lagi, pakai acara membombardir dengan sms, bbm, email2 ngga penting yang kadang isinya menyakitkan bahkan mengancam. Mengancam bunuh dirilah (ya, silakan), ngga bisa makanlah gara2 saya (ya, kesian deh lu) sampai “kalau aku tidak bisa bersamaku, tidak ada yang bisa mendapatkanmu” (ngeri gak sih…takut dibunuh ngga sih?).

Tapi memang jumlah laki2 yang beres masih lebih banyak daripada yang sakit2 begini. Orang2 yang pas putusnya memang sedih tetapi kita masih respek sama mereka. Karena pada dasarnya, mereka sadar bahwa it just didn’t work out between us lalu maju melangkah. Walaupun tidak berhubungan lagi dengan mereka karena nomor telpon sudah dihapus, tetapi kalau ketemu masih senyum dan nanya khabar. Kan enak ya, kalau begitu, yang kita ingat yang baik2nya.

Jadi kalau ketemu dan sempet pacaran sama psikopat gemana ya? Cepet2 tinggalin. Cepet2 ganti nomor HP. Kasih tahu temen deket kalau sudah putus. Jangan balas email dan sms dan bbmnya (kalau tidak mau ganti nomor HP) sama sekali. Biar dia capek nulis, kan tujuannya dia supaya kita blingsatan. Jangan kepancing deh, itu yang dia mau. Pokoknya, konsisten. Putus, ya putus.

Emang capek sih ya, ngeberesin kesalahan yang telah dilakukan. Capek lho, ngeberesin remeh temeh bekas pacaran sama lelaki2 ajaib ini, karena mereka suka jadi kayak stalker gitu deh…tapi tiap2 kesalahan itu bisa dipelajari, supaya kita tidak mengulangi kesalahan yang sama.

Anda juga bisa menuliskan dan berbagi dengan seluruh sahabat pembaca "TJanda". Menulislah sekarang dan kirimkan melalui halaman Kontak.